ASUHAN PERSALINAN (INC / INTRA NATAL CARE)
2.1.1 Persalinan
1)
Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari
uterus
ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit dan komplikasi.
(Wiknjosastro, 2007)
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu bila kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan servik.
Faktor – faktor yang mendukung persalinan :
(1)
Passage (jalan lahir)
(2)
Passanger (janin)
(3)
Power (kekuatan mengejan)
(4)
Psikis wanita / ibu
(5)
Penolong
(6)
Posisi ibu
(7)
Pendamping
2)
Jenis Persalinan
Menurut tim obstetric dan ginekologi
fakultas Universitas Padjajaran Bandung (tahun 1983), persalinan dibedakan
menjadi:
(1)
Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung
dengan kekuatan sendiri
(2)
Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan
tenaga dari luar.
(3)
Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk
persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
3)
Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :
(1)
KALA I PERSALINAN
a)
Tanda dan gejala inpartu termasuk :
(1)
Penipisan dan pembukaan servik.
(2)
Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
(3)
Cairan lendir bercampur darah.
Kala I
persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan meningkatkan
(frekuensi dan kekuatannya) sehingga servik membuka lengkap (10 cm).
b)
Kala I
persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
(a)
Fase laten pada kala I persalinan
i. Dimulai sejak
awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan servik secara bertahap.
ii.Berlangsung hingga servik
membuka kurang 4 cm.
iii. Pada umumnya,
fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
iv.
Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya
masih diantara 20-30 detik.
(b)
Fase aktif pada kala I persalinan :
i.
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi
3x atau lebih dalam sepuluh menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
ii.
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai
bukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
iii. Terjadi penurunan
bagian terbawah janin.
c)
Pencatatan selama kala I persalinan
(a)
Pencatatan selama fase laten kala I
persalinan menggunakan lembar observasi CHPB.
(b)
Pencatatan selama fase aktif kala I
persalinan menggunakan lembar partograf.
d)
Pada fase aktif
ini hal-hal yang dipantau yaitu :
(a)
Denyut jantung janin :
setiap ½ jam
(b)
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus :
setiap ½ jam
(c)
Nadi : setiap ½ jam.
(d)
Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
(e)
Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
(f)
Tekanan darah : setiap 4 jam.
(g)
Temperatur : setiap 2 jam.
(h)
Produksi urin, aseton dan protein :
setiap 2 sampai 4 jam.
(2)
KALA II PERSALINAN
Kala II persalinan
dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi.
a)
Gejala dan Tanda Kala II Persalinan :
(a)
Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum.
(b)
Perineum menonjol.
(c)
Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
(d)
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
b)
Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam
(informasi obyektif) yang hasilnya adalah :
(a)
Pembukaan serviks telah lengkap atau
(b)
Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Pada ibu bersalin dengan LMR (Locus Minorus Resisten) (bekas
SC) dapat terjadi komplikasi RUI, dimana RUI dapat terjadi pada kala I maupun
kala II. Oleh karena itu perlu diwaspadai adanya tanda dan
gejala RUI. Adapun tanda gejalanya adalah : ibu gelisah, pKELOMPOKpasan dan
nadi menjadi cepat, nyeri perut yang terus menerus di perut bagian bawah, SBR
tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai setinggi
pusat dan ligament rotunda tegang.
Apabila rupture sudah terjadi, ibu akan
merasa sangat kesakitan dan merasa seperti ada yang robek dalam perutnya. Tidak
lama kemudian bu akan menunjukkan gejala kolaps dan syok. Perdarahan akibat
rupture akan mengalir sebagian ke rongga perut dan keluar pervaginam. Bagian
janin dapat teraba dengan mudah dan jelas pada pemeriksaan luar karena janin
masuk ke rongga perut dan di samping janin ditemukan uterus sebesar kepala
bayi. (Hanifa, 2007)
Pada ibu dengan LMR, dapat dilakukan
persalinan pervaginam apabila sudah memenuhi syarat yang ada dan persalinan
harus dialkukan di RS agar dapat diawasi lebih baik. Kala II tidak boleh
berlangsung terlalu lama dan pemberian oksitosin tidak diperkenankan. Ibu
diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian
terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15
menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan
vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
(3)
KALA III PERSALINAN
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau ke dalam vagina.
a)
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencangkup
beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:
(a)
Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
(b)
Tali pusat memanjang.
(c)
Semburan darah mendadak dan singkat.
b)
Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan
dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan
dimana sebagian besar oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya
dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III.
c)
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala III
(a) Persalinan kala
III yang lebih singkat.
(b) Mengurangi jumlah
kehilangan darah.
(c) Mengurangi
kejadian retensio plasenta.
d)
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari
tiga langkah utama :
(a) Pemberian
suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
(b) Melakukan
peregangan tali pusat terkendali.
(c) Massase fundus
uteri.
(4)
ASUHAN DAN PEMANTAUAN PADA KALA IV
a)
Setelah plasenta lahir :
(a)
Lakukan rangsangan
taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
(b)
Evaluasi tinggi fundus
dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan.
Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
(c)
Memperkirakan
kehilangan darah secara keseluruhan.
(d)
Periksa kemungkinan
perdarahan dari robekan perineum.
(e)
Evaluasi keadaan umum
ibu.
(f)
Dokumentasikan semua
asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf,
segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
b)
Perdarahan dari perineum.
Perdarahan akibat laserasi perineum diklasifikasikan
berdasarkan luas robekannya yaitu :
(a) Derajat I
mencakup mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum.
(b) Derajat II
mencakup derajat I ditambah dengan otot perineum.
(c) Derajat III
mencakup derajat II ditambah dengan otot sfinger ani.
(d)Derajat IV mencakup derajat
III ditambah dengan dinding depan rectum.
c)
Pemantauan keadaan umum ibu.
Sebagian besar kejadian kesakitan ibu yang disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran
bayi. Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat
segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih
dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak
akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting untuk berada disamping ibu
dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.
d)
Selama dua jam pertama pasca persalinan
:
(a)
Pantau tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih
dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30
menit selama satu jam kedua.
(b)
Massase uterus untuk membuat kontraksi menjadi
baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu
jam kedua kala empat.
(c)
Pantau temperatur tubuh setiap jam selama dua
jam pertama pasca persalinan.
(d)
Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina
setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua
kala empat.
(e)
Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai
kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan massase
jika uterus menjadi lembek.
(f)
Minta anggota
keluarga untuk memeluk bayi. Bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang
bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau
berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup
baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
(g)
Lengkapi asuhan
essensial bagi bayi baru lahir.
(h)
Jangan gunakan kain
pembebat perut selama dua jam pertama pasca menolong untuk persalinan atau
hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk
menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali
diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah
dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan menyiramkan
air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari
ibu ke dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan.
Pastikan bahwa dia dapat berkemih sendiri dan keluarganya mengetahui bagaimana
menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Anjurkan kepada mereka
bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti :
·
Demam.
·
Perdarahan aktif.
·
Keluar banyak bekuan darah.
·
Bau busuk dari vagina.
·
Pusing.
·
Lemas luar biasa.
·
Penyulit dalam menyusukan bayinya.
·
Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri
kontraksi biasa.
4)
Lima Benang Merah dalam Asuhan
Persalinan:
(1)
Pengambilan keputusan Klinik
Dilakukan melalui suatu proses yang
sistematis yaitu : Pengumpulan Data (Data Subyektif dan Data Obyektif),
penatalaksanaan asuhan (intervensi dan implementasi) dan evaluasi dari
keseluruhan proses atau tindakan yang dilakukan.
Pada ibu bersalin dengan LMR (bekas SC)
untuk menghindari komplikasi ibu bersalin dengan LMR ( bekas SC) saat melakukan
persalinan normal maka perlu dilakukan pencegahan sbb:
a)
Dilakukan pemasangan infuse
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu sebagai tenaga proses persalinan
berlangsung, selain itu juga sebagai antisipasi apabila terjadi syok akibat
dari rupture uteri.
b)
Tidak perkenankannya dilakukan
oksitosin drip untuk mempercepat his dikarenakan akan merangsang uterus untuk
berkontraksi lebih cepat yang dapat mengakibatkan uterus meregang dan berakibat
rupture uteri.
c)
Mempercepat kala II. Ibu diperbolehkan
mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak
turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika
setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi
bila syarat-syarat terpenuhi.
d)
Tidak melakukan kristeller.
(2)
Asuhan Sayang Ibu dan Sayang
Bayi
a)
Prinsip yang digunakan adalah
memperhatikan adat kebiasaan dan kepercayaan dimana ibu bertempat tinggal. Selain itu adanya pendamping persalinan
dari suami maupun keluarga sesuai keinginan ibu.
b)
Asuhan
Sayang Bayi mencakup tindakan pencegahan hypotermi (system kangguru) dan
pemberian ASI sesegera mungkin. Upaya lain adalah
dengan melaksanakan rawat gabung (Rooming In), sehingga akan terjadi proses
Bounding Attachment antara ibu dan bayinya. Selain itu pemberian pendidikan
tentang cara perawatan bayi baru lahir bagi ibu dan anggota keluarga lain.
(3)
Pencegahan Infeksi
Dilakukan sebagai upaya
perlindungan bagi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya yaitu dengan meminimalkan infeksi dan menurunkan resiko
penularan penyakit.
Prinsip-prinsip dalam
pencegahan infeksi :
a)
Setiap individu yang terlibat
dalam proses persalinan, harus dianggap dapat menularkan penyakit.
b)
Setiap individu harus dianggap
mempunyai resiko terkena virus.
c)
Semua peralatan yang digunakan
harus dianggap terkontaminasi sehingga perlu diproses secara benar.
d)
Alat-alat yang tidak diketahui
kebenaran dalam memproses harus dianggap telah terkontaminasi.
e)
Resiko infeksi tidak bisa
dihilangkan secara total tetapi bisa ditekan seminimal mungkin dengan
tindakan-tindakan pencegahan yang benar yaitu cuci tangan, pemakaian sarung
tangan dan perlengkapan pelindung. Setiap tindakan dilakukan dengan tehnik
aseptic dan antiseptic, memproses semua alat termasuk sampah sesuai prosedur.
(4)
Pencatatan / Dokumentasi
Setiap
penolong persalinan harus melakukan pencatatan tentang semua asuhan yang telah
diberikan karena jika asuhan tidak dicatat dapat dianggap asuhan itu tidak
dilakukan. Alat pencatatan yang digunakan adalah partograf. Dimana dalam
partograf terdapat banyak point yang sangat bermanfaat untuk mengevaluasi
proses persalinan, karena partograf berisi informasi tentang : kemajuan
persalinan, kondisi ibu dan janin, asuhan yang sudah diberikan sehingga
komplikasi dan penyulit persalinan terdeteksi sedini mungkin dan segera diambil
keputusan klinik.
Dokumentasi
yang ada juga dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi petugas kesehatan
sehingga dalam pemberian asuhan dapat berlangsung secara berkesinambungan.
(5)
Rujukan
Persiapan rujukan sebaiknya sudah
dilakukan pada waktu asuhan antenatal yang melibatkan ibu, keluarga dan
masyarakat sekitarnya, sehingga rujukan dapat dilakukan secara efektif dan
efisien sebagai salah satu asuhan sayang ibu dan bayi dalam mendukung
keselamatan ibu dan bayi. Rujukan dilakukan dengan memakai prinsip BAKSOKUDA.
(Wiknjosastro, 2008).
2.1.2 Kehamilan
Dengan Riwayat Sectio Caesarea
1)
Pengertian
Seksio Caesarea merupakan suatu persalinan
buatan dimana dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gr.
Kehamilan dengan riwayat SC adalah kehamilan yang disertai
riwayat pembedahan atau operasi pada uterus misalnya sectio caesarea.
2)
Indikasi
(1)
Pada Ibu
1)
Disproporsi kepala panggul/CPD
2)
Disfungsi uterus
3)
Distosia jaringan lunak
4)
Plasenta previa
(2)
Pada Bayi
a)
Janin Besar
b)
Gawat Janin
c)
Letak Lintang
3)
Jenis sectio caesaria
(1)
Transperitonialis Propunda
Adalah dilakukan insisi di segmen bawah uterus. Pembedahan
ini paling banyak dilakukan dewasa ini.
Keuntungan
pembedahan ini :
a)
Perdarahan luka insisi tidak besar
b)
Bahaya peritonitis tidak besar
c)
Perut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
(2)
Sectio Caesarea Korporal
Dilakukan pada korpus uteri. Pembedahan ini agak lebih mudah
untuk dilakukan, hanya dilakukan bila ada halangan untuk melakukan SC
transperitonialis profundal atau apabila bermaksud untuk melakukan
histerektomi. Pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarrnya bahaya peritonitis
kira-kira 4 kali lebih besar bahaya ruptur uteri pada kehamilan yang akan
datang, oleh karena itu sesudah sectio sesaria klasik sebaiknya dilakukan
sterilisasi/histerektomi.
4)
Tindakan Sectio Caesarea Dibagi Menjadi 2 yaitu :
(1)
SC Elektif
SC ini direncanakan lebih dulu karena sudah diketahui bahwa
kehamilan harus diselesaikan dengan
pembedahan.
a)
Keuntungan :
Waktu
pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan segala
persiapan dapat dilakukan dengan baik.
b)
Kerugian :
Oleh karena
persalinannya belum mulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik
sehingga menyulitkan pembedahan dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan
perdarahan karena uterus belum mulai berkontraksi.
(2)
Sectio Caesarea Cyto/Emergency
Sectio ini dilkukan dengan segera karena tidak bisa
dilahirkan pervaginam atau karena terjadi kegawatan pada ibu dan janin tindakan
ini hanya mengutamakan keselamatan ibu dan bayi.
5)
Komplikasi
(1)
Komplikasi Ibu
a)
Perdarahan banyak.
b)
Luka operasi baru di perut.
c)
Cedera pada rahim bagian bawah atau
cedera pada kandung kemih (robek).
d)
Pada kasus bekas operasi sebelumnya
dapat ditemukan perlekatan organ dalam
panggul.
e)
Emboli air ketuban yang dapat terjadi
selama tindakan operasi.
f)
Infeksi pada rahim/endometritis,
alat-alat berkemih, usus, dan luka operasi.
g)
Nyeri bila buang air kecil, luka operasi
bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis (infeksi yang sangat
berat).
h)
Ruptur uteri spontan pada kehamilan
mendatang
(2)
Komplikasi
Janin
a)
Depresi susunan saraf pusat janin akibat
penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).
b)
Anak yang dilahirkan tidak spontan
menangis melainkan harus dirangsang sesaat untuk bisa menangis, yang
mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score terhadap anak.
c)
Pengeluaran lendir atau
sisa air ketuban di saluran napas tidak sempurna.
d)
Penyakit hyalin membrane disease.
e)
Trauma persalinan.
f)
Sistem kekebalan janin tidak segera
didapat karena bayi berhadapan langsung dengan lingkungan steril, berbeda pada
bayi yang lahir melewati vagina.
6)
Pengelolaan Kehamilan Dan Persalinan Pada Bekas Sectio Caesaria
a)
Seorang wanita yang telah mengalami SC sebaiknya tidak hamil
selama 2 tahun
b)
Apabila wanita hamil setelah mengalami SC, ada beberapa
ketentuan yang perlu diperhatikan :
(a)
Versi luar tidak boleh dilakukan
(b)
Wanita harus dirawat mulai kehamilan 38 minggu
c)
Seorang wanita dengan riwayat SC harus melahirkan di RS besar
Wanita
diperbolehkan melahirkan pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut
(a)
Tidak dibenarkan pemakaian oxytocin dalam kala I untuk
memperbaiki his
(b)
Kala II harus dipersingkat:
Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15
menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi
mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat
dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
(Mochtar,
1998).
7)
Persalinan normal pada bekas
operasi caesaria dapat dilakukan dengan syarat :
a)
Indikasi operasi sebelumnya
bukan indikasi absolute (seperti panggul sempit).
b)
Bayi tidak ada kelainan letak
(harus letak kepala).
c)
Janin Tunggal.
d)
Insisi non-klasik (sayatan
di dinding rahim tidak boleh tegak lurus.
e)
Berat bayi tidak boleh lebih
4 kg
f)
Tidak boleh ada rangsangan/induksi,
g)
Proses pembukaan harus berjalan alami
h)
Jarak anak yang SC sebelumnya > dari 18 bln
i)
Tidak ada penyakit medik maupun obstetrik pada ibu
j)
Tidak ada jaringan parut pada uterus.
8)
Penanganan
a)
Saat ANC
(a)
Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan
komplikasi
(b)
Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
b)
Saat persalinan
(a)
Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
(b)
Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
(c)
Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolute
(d) Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi membujur untuk anak II tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II. Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetric.
No comments:
Post a Comment