Breaking News

Most Recent

Advertising

Facebook

Thursday, 19 May 2016

Standar Asuhan Keperawatan


Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).


Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan (Kawonal, 2000).
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti, 2005)
PPNI telah menyusun Standar  Asuhan Keperawatan sebagai panduan bagi perawat Indonesia untuk melakukan Asuhan Keperawatannya.
Detail mengenai standar asuhan keperawatan bisa diperoleh di kantor sekretariat PPNI.
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan (Kawonal, 2000).
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti, 2005)
PPNI telah menyusun Standar  Asuhan Keperawatan sebagai panduan bagi perawat Indonesia untuk melakukan Asuhan Keperawatannya.
Detail mengenai standar asuhan keperawatan bisa diperoleh di kantor sekretariat PPNI. 
http://www.inna-ppni.or.id/index.php/standar-asuhan-keperawatan
Read more ...

Persalinan dengan Kala 1 Lama




Persalinan dengan Kala 1 Lama 

 

1. Pengertian
        Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Simkin, 2005; Saifuddin, 2009)
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
  • Kelainan letak janin
  • Kelainan-kelainan panggul
  • Kelainan his
  • Janin besar atau ada kelainan kongenital
  • Primitua
  • Ketuban pecah dini
3. Klasifikasi
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
  • Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009)
  • Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010)
4. Patofisiologi
       Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama meliputi kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka, dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersia uteri, incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009).
5. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain:
  • Kelainan letak janin
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak sungsang, letak melintang, dan presentasi ganda. Pada kelainan letak janin dapat menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat berakibat adanya trauma partus dan hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011).
  • Kelainan his
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
  1. Inertia Uteri
    1. Hypotonic uterine contraction
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
  1. Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia sekunder jarang ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik pada waktu persalinan.
  1. His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
  1. Incoordinate uterine action
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga menyebabkan kala I lama.
  1. Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar, kecemasan dan ketakutan atau respon stress, pemberian analgetik yang kuat atau terlalu cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi, riwayat persalinan terdahulu sectio caesarea, IUFD (Intra Uterine Fetal Death), ibu usia muda atau di bawah 17 tahun, adanya derajat plasenta previa yang tidak diketahui, atau adanya masa seperti fibroid yang muncul dari uterus atau serviks (Chapman, 2006; Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu, 2007).
5. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin meliputi:
  • Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
  • Pada janin
  1. Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
  2. Kaput suksedaneum yang besar.
  3. Moulage kepala yang hebat.
  4. Kematian janin dalam kandungan.
  5. Kematian janin intra partal.
6. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Lama
  • Bagi ibu
  1. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2004).
2. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2004).
3. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
4. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
5. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2004).
6.Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban bercampur dengan mekoneum.
(Manuaba, 2004)
  • Bagi janin
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Hollingworth, 2012 ; Manuaba, 2013 ; Wijayarini, 2004).
7. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
  • Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
  • Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
  • Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.
8. Prognosis
  • Bagi ibu
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu (Oxorn, 2010).
  • Bagi janin
Oxorn (2010) mengatakan bahwa semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
  1. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
  2. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
  3. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
  4. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin membawa akibat yang buruk bagi anak. Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan persalinan pernah terhenti. Kenyataan ini khususnya terjadi saat kepala bayi macet pada dasar perineum untuk waktu yang lama sementara tengkorak kepala terus terbentur pada panggul ibu.
9. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
  • Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
  • Tentukan keadaan janin:
  1. Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
  2.                  Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
  3. Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
  4. Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
  • Perbaiki keadaan umum dengan:
  1. Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
  2. Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus dicegah.
  3. Pengosongan kandung kemih dan usus harus
  4. Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
  5. Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
  6. Apabila kontraksi tidak adekuat
  • Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan   mengubah posisi dalam persalinan.
  • Rehidrasi melalui infus atau minum.
  • Merangsang puting susu.
  • Acupressure.
  • Mandi selama persalinan fase aktif.
  • Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
  • Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
  1. Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
  2. Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
  • Apabila   tidak   didapatkan   tanda   adanya   CPD       (Cephalopelvic disproportion) atau
  1. Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
  2. Apabila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
  3. Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
  • Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.
  • Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.

  1. Akselerasi Persalinan
    1. Pengertian
               Akselerasi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil inpartu untuk meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan (Saifuddin, 2006).
  1. Indikasi
  • Indikasi pada ibu
  1. Pre-eklamsia/eklamsia.

  2. Diabetes melitus.
  3. Kala I lama.
  • Indikasi pada janin
  1. Kehamilan lewat waktu.
  2. Ketuban pecah dini.
  3. Kematian janin.
  4. Makrosomia janin (Norwitz, 2008).
    1. Kontra indikasi
Wiknjosastro (2007) menyatakan kontra indikasi dilakukannya akselerasi persalinan adalah :
  • Malposisi dan malpresentasi janin.
  • Insufisiensi plasenta.
  • Disporposi sefalopelvik.
  • Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea.
  • Grande multipara.

  • Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
  • Plasenta previa.

  1. Metode
Manuaba (2009) menyatakan salah satu metode akselerasi pada persalinan adalah metode drip/infus oksitosin. Menurut See-Saw Theory, Prof. I. Scapo dari universitas Washington menyatakan oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi kontraksi otot rahim. Prosedur pemberian oksitosin menurut Wiknjosastro (2007):
  • Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin (DJJ).
  • Kaji ulang indikasi.
  • Baringkan ibu hamil miring kiri.
  • Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit, kecepatan infus oksitosin, frekuensi dan lamanya kontraksi, dan denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
  • Infuskan oksitosin 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) mulai dengan 10 tetes per menit.
  • Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran.
  • Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan Terbutalin 250 mcg intra vena pelan-pelan selama 5 menit, atau Salbutamol 50 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer Laktat) 10 tetes per menit.
  • Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit, naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes / menit.
  • Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang lebih tinggi, pada multigravida induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea. Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu 10 unit dalam 500 ml dekstrose (garam fisiologik) 30 tetes/ menit, naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat. Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes/menit, lakukan seksio sesarea.
Yang disebut akselerasi persalinan berhasil dalam obstetri modern ialah bayi lahir pervaginam dengan skor APGAR baik >6 (Achadiat, 2004).
Kondisi atau kesiapan serviks sangat penting bagi keberhasilan akselerasi. Karakteristik fisik serviks dan segmen bawah uterus serta ketinggian bagian presentasi janin (stasion) juga penting. Salah satu metode terukur yang dapat memprediksi keberhasilan induksi persalinan adalah skor Bishop (Cunningham, 2009).
Tabel 1. Skor Pelvis Menurut Bishop
TABEL SKOR BISHOP
Skor Bishop                   0                                 1                      2                      3
Pembukaan                    0                              1-2                   3-4                   5-6
Pendataran                     0-30%                    40-50%            60-70%            80%
Konsistensi                    Keras                       sedang             lunak
Stasion                           -3                               -2                     -1                     +1, +2
Posisi serviks                 Posterior                 Central              Anterior           Anterior
Bila skor total                Kemungkinan  :       Berhasil           Gagal
0-4                                                                   50-60%            40-50%
5-9                                                                   90%                 10%
10-13                                                               100%               0%
Sumber : Achadiat, 2004
  1. Komplikasi
Wiknjosastro (2007) menyatakan komplikasi akselerasi persalinan yang mungkin terjadi adalah :
  • Tetania uteri dan ruptura uteri.
  • Gawat janin
Read more ...

ANATOMI


ANATOMI Terdiri dari kata ana­ yang berarti atas dan tomien yang berarti memotong. Anatomi berarti memotong dan mengangkat ke atas tubuh bagian makhluk hidup untuk mengetahui dan menyelidiki bagian yang ada di dalamnya. Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang nama bagian tubuh dan susunan bagian tubuh itu dari bagian yang satu terhadap yang lain. -  Ilmu urai adalah ilmu yang memisahkan bagian tubuh makhluk hidup. -  Morphologi adalah ilmu yang mempelajari bagian bentuk bangunan makhluk hidup. -  Zootomi adalah anatomi hewan -  Phytotomi adalah anatomi tumbuh-tumbuhan. -  Cara mempelajari anatomi : 1.   secara makroskopis (mata biasa) 2.   secara mikroskopis (dengan mikroskop) Dengan mikroskop dapat diketahui tubuh terdiri dari jaringan hingga sel. Sesuai dengan titik berat dalam mempelajarinya, maka anatomi dapat dipisahkan menjadi : 1.   ertologie  : yang mempelajari tentang sel 2.   hystologie       : yang mempelajari tentang jaringan 3.   osteologie       : yang mempelajari tentang tulang 4.   arthrologie      : yang mempelajari tentang persendian 5.   myologie : yang mempelajari tentang otot 6.   neurologie       : yang mempelajari tentang syaraf 7.   antropologie    : yang mempelajari tentang ukuran organ tubuh Osteologi, arthrologie, dan myologie termasuk dalam kinesiologi (ilmu gerak) Olahraga berarti melakukan gerak. Hal ini akan menyangkut tulang (pasif), otot (aktif), gerakan (persendian), sylema neuro moscullar (syaraf otot). Anatomi dalam tinjauannya terdiri atas dua unsur pokok, yaitu : 1.   Alat penggerak aktif a. alat dalam   : COR (jantung), Pulmo (Paru-paru)     b. otot (muscullus), urat (tendon), jaringan pengikat (ligamen) 2.   Alat penggerak pasif Tulang (os), tulang-tulang (ossa)     PEMBAGIAN TUBUH MANUSIA   Tubuh dibagi atas 4 bagian pokok, yaitu : 1.   Cranium (tulang tengkorak) 2.   Sceleton trunchi ( tulang badan) 3.   Sceleton extrimitas superior 4.   Sceleton extrimitas inferior   OSTEOLOGI Tulang (os) adalah organ yang padat, keras, elastis, yang menyusun suatu rangka yang disebut systema sceleti, sedang rangkanya sendiri disebut sceleton humanum. Tulang yang masih baru warnanya keputih-putihan dan menurut sedikit banyaknya darah yang terdapat di dalamnya, maka tulang dapat berwarna kemerah-merahan atau kekunung-kuningan. Fungsi tulang : 1.   memberi kekuatan pada badan 2.   memberi bentuk tubuh 3.   sebagai alat gerak pasif 4.   sebegai alat pelindung organ dalam 5.   sebagai tempat melekatnya muscullus dan ligamenta Bentuk tulang : 1.   os longum (tulang panjang) misalnya : os humerus, os femur 2.   os brevis/brevia (tulang pendek) misalnya : vertrebrae, ossa metacarpalia (telapak tangan), digitimanus (jari tangan), ossa metatarsalia (telapak kaki), digiti pedis (jari kaki) 3.   os plannum/planna (tulang pipih) misalnya : os scapula (tulang belikat), os cranium (tulang kepala) 4.   os irregularis (tulang tak beraturan) misalnya : os palatinum (tulang langit-langit atas) 5.   os pneumaticum (tulang berongga) misalnya : os parietale (tulang pelipis) Osteogenesis: ilmu yang mempelagari khusus tentang peristiwa (proses) terjadinya dan terbentuknya tulang. Susunan tulang : 1.   Substantia compacta, yaitu tulang yang padat dan tebal 2.   Substantia spongiosa, yaitu tulang yang berongga, longgar, dan lunak Ada pada bagian tengah tulang panjang (diaphysis) Terdapat cavum medullare, bagian ujung tulang (epiphysis). Urat-urat darah dari luar tulang melewati periosteum (lapisan dataran luar tulang) masuk ke dalam tulang dan pada tulang, tampak lubang tempat masuk/keluar urat darah tersebut ( foramen nutricium/lubang zat makanan. Periosteum pada tulang rawan disebut perichondrium. Di dalam tulang terdapat : 1.   Lympha (getah bening) 2.   Medulla ossium (sumsum tulang) 3.   urat syaraf, dsb. Pada cavum medullare, ada semacam selaput yang disebut endosteum. Madulla ossium terdiri dari 3 macam : 1.   Medulla ossium rubra (sumsum tulang merah) Pada waktu lahir, terdapat pada semua tulang, setelah tua menjadi medulla ossium plava. Pada waktu bayi juga dibuat oleh lympha dan hepar. 2.   Medulla ossium plava Terdapat pada tulang panjang, berasal dari medulla ossium rubra yang telah berhenti fungsi membuat darah dan ditimbun sel lemak, sehingga berwarna kuning. 3.   Medulla ossium gelatinosa Terdapat pada orang tua, karena sel-sel lemak mengalami degenerasi sehingga menjadi jaringan yang berbentuk seperti agar-agar.   SIKAP ANATOMI Manusia berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, kedua tangan di samping badan dengan telapak tangan menghadap ke depan, dan kedua kaki sejajar ke arah muka belakang. Sikap ini ditentukan agar seragam dalam menentukan letak alat tubuh.    
GAMBAR ANATOMI SUSUNAN TULANG
  
  ISTILAH ANATOMI        
   Terminologi tentang anatomi berdasarkan 2 penyajian tentang nama (Nomen clatur), yaitu: 1.   BNA : adalah nomen clatur yang ditentukan di Basel (Swedia) 2.   JNA : nomen clatur yang ditentukan pada kongres di Yena (Switland) untuk menentukan bagian dari suatu tubuh atau alat-alat tubuh juga untuk menentukan arah dan letak alat-alat tubuh tersebut dipergunakan secara universal. Istilah yang dipakai untuk membagi badan kita : 1.   Bidang median Yaitu suatu bidang datar yang melalui tengah-tengah tubuh kita sedimikian rupa sehingga menjadi 2 bagian yang simetris, yaitu bagian sebelah kiri (sinester) dan bagian sebelah kanan (dexter) 2.   bidang frontal yaitu bidang yang tegak lurus pada bidang median melalui sumbu tubuh kita, dan membagi tubuh kita menjadi atas bagian sebelah depan (anterior) dan bagian sebelah belakang (posterior) 3.   bidang tranversal (horisontal) yaitu bidang yang tegak lurus pada bidang median dan juga tegak lurus dengan bidang frontal. Bidang ini membagi tubuh kita menjadi bagian sebelah atas (superior) dan bagian sebelah bawah (inferior) 4.   bidang sagital yaitu bidang yang sejajar dengan bidang median. Istilah untuk menentukan letak alat yang satu terhadap yang lain : 1. Cranial        : menunjukkan alat-alat yang terletak dekat pada cranium 2. Caudal : menunjukkan tempat ke arah cauda (ekor) 3. Ventral        : menunjukkan tempat ke arah venter ( perut) 4. Dorsal : menunjukkan tempat ke arah dorsume (punggung)   ISTILAH-ISTILAH PADA ANGGOTA BADAN 1. Radial : tempat yang sepihak ke arah radius (tulang pengumpil) 2. Ulnair  : tempat yang sepihak dekat dengan ulna (tulang hasta) 3. Tibiair : tempat yang sepihak dekat osstibia (osstibia terletak di sebelah lateral) 4. Fibulair       : sepihak dengan oss fibula ( tulang betis) 5. Palmair       : sepihak dengan palma (telapak tangan) sebelah palmair disebut juga volair, dari kata vola : manus 6. Plantair       : lebih dekat dengan planta (telapak kaki) 7. Proximal     : sebelah pangkal 8. Distalis        : sebelah ujung   ISTILAH YANG MENINGGI 1. Tuber  : suatu tonjolan yang membulat dan membesar (tuberositas iliaca) 2. Tuberculum        : tuber yang kecil (tubercullum majus dan minus) oss humerus 3. Caput  : kepala, caput humeri 4. Capitulum   : caput yang kecil (capitulum humeri) 5. Condylus     : suatu bulatan pada ujung tulang dekat persendian yang merupakan bagian dari persendian itu. Condylus medialis (oss femur) 6. Epicondylus        : suatu tonjolan di atas condylus epi (sebelum dekat pada)                 Epicondylus lateralis dan medialis pada oss humerus 7. Spina   : suatu tonjolan seperti duri                 Spina ischiadica (pelvis) 8. Processus    : suatu tonjolan yang kecil dan runcing                 Processus articularis superior                 Processus spinosus (vertrebrae) 9. Crista  : suatu rigi/tepi yang meninggi                 Crista iliaca (oss ilium) 10. Pecten       : suatu rigi yang tak begitu lebar dan tinggi                 Pecten ossis pubis 11. Eminentia : suatu daerah yang meninggi di sekitar suatu daratan.                 Eminentia illiopectinea 12. Cornu        : bangunan seperti tanduk pada oss sacrum 13. Labium      : bibir                 Labium mediale (oss femur) 14. Linea : garis                 Linea intercondyloidea (oss femur)   ISTILAH-ISTILAH UNTUK BAGIAN YANG MENDALAM (LEKUKAN) 1. Fovea  : suatu cekungan seperti lembah                 Fovea capituli radii 2. Foveola       : Fovea yang kecil 3. Fissura : suatu celah 4. Incisura       : suatu benda tipis, ada cekungan (lekukan) atau takik                 Incisura scapulae 5. Sulcus : suatu parit 6. Fossa   : suatu daerah seperti lembah yang luas                 Fossa radialis 7. Fossula        : suatu fossa yang kecil   ISTILAH-ISTILAH UNTUK LUBANG 1. Apertura      : lubang masuk ke dalam suatu rongga (seperti halnya pintu tanpa daun pintu) 2. Foramen      : lubang (di dalamnya tak ada rongga) 3. Ostium        : muara dari suatu saluran       ISTILAH UNTUK SALURAN DAN RONGGA 1. Canalis        : saluran 2. Canaliculus : canalis yang berukuran kecil 3. Ductus : pipa 4. Tubulus       : pipa yang berukuran agak kecil 5. Cavum : rongga 6. Cavitas        : cavum yang berukuran kecil 7. Sinus   : rongga tertutup yang biasanya berisi udara/cairan 8. Cellula        : rongga kecil dalam tulang yang berisi udara     * Brachium (lengan atas)               : humerus * Ante brachium (lengan bawah)   : radius dan ulna * Cruz superior                       : oss femur * Cruz INF                              : oss tibia dan fibula   SCELETON HUMANUM Dibagi menjadi : 1.   Sceleton capitis (eranium) 2.   Sceleton trunchi (kerangka badan) 3.   Sceleton extrimitalis (kerangka anggota badan) Sceleton Trunchi 1.   Columna vertrebalis (tulang belakang) 2.   Costae (tulang iga) 3.   Sternum (tulang dada)   1.                Columna vertebralis Terdiri dari ruas-ruas yang disebut vertebrae. Columna vertebrae bentuknya tidak lurus seprti tiang, tetapi terdapat pembengkokan-pembengkokan. Apabila kita lihat sebelah lateral, columna vertebralis itu berbentuk huruf S.
lordosis
  Lordosis      : pembengkokan ke arah depan
kyphosis
  Kyphosis     : pembengkokan ke arah posterior     Apabila Columna vertebralis kita lihat dari sebelah posterior, tampak juga tidak lurus. Terjadi juga pembengkokan meskipun hanya sedikit. Pembengkokan itu disebut scoliosis. Ini terjadi karena penggunaan badan yang tidak simetris antara sinester dan dexter. Columna vertebralis terdiri dari 33 atau 34 vertebrae dengan perincian sebagai berikut : 1.   7 vertebrae cervicalis (vc) Vc1 : vertebrae cervicali ruas 1, dst 2.   12 vertebrae thoracalis (Vth) : punggung 3.   5 vertebreae lumbalis (Vl)     : pinggang 4.   5 vertebrae sacralis (Vs) : kelangkang Vs istimewa, karena 5 ruas sudah bersatu dan disebut oss sacrum (tulang belakang) 5.   4 atau 5 vertebrae coccygis (v.coc) : kelangkang Sehingga lordosis terjadi pada daerah vs dan vl, kyphosis pada daerah Vth dan daerah sacral. Vc1 : atlas    : karena inilah yang pertama menyangga tulang tengkorak. Vc2 : epistropheus (pemutar), tempat atlas berputar Vc7 : vertebrae prominens (yang menonjol)   
 BENTUK UMUM VERTEBRAE Processus
                            (tonjolan yang runcing)


Kecuali Vc1, tak punya corpus dan processus. Vc1 tak punya corpus dan corpusnya seakan-akan pecah menjadi 2 bagian yang dinamakan massa lateralis.
Vc1 juga tidak punya processus spinosus.
Vc7 atau V.prominens juga tidak mempunyai corpus, tetapi corpusnya telah berubah menjadi Dens epistrophei.
Oss sacrum sudah tidak punya corpus lagi. Demikian juga semua processusnya sudah menjadi satu.
Ciri-ciri Vc : mempunyai foramen yang terletak pada processus transversusnya yang disebut foramen transvesarium.
Ciri-ciri Vth : mempunyai facies articularis untuk bersendinya costae. Facies articularis ini dinamakan Fovea costalis.
Costae yang bersendi pada dada hanya 7. pada bagian posterior, costae semuanya bersendi pada thorax.
Ciri-ciri Vl : tidak mempunyai foramen transvesarium dan fovea costalis.

COSTAE
(Tulang rusuk)
Costae berjumlah 12 pasang pada bagian proximalnya, yaitu yang terletak di sebelah posterior semuanya bersendi pada Vth. Tetapi bagian distalnya yang terletak di sebelah anterior, tidak semuanya bersendi pada sternum, hanya 7 pasang.
Pembagian costae adalah :
7 pasang  : costae verae (tulang rusuk sejati), juga disebut costae sternalis
3 pasang  : costae spuriae (tulang rusuk palsu), juga disebut costae arcuariae
2 pasang  : costae fluctuans (tulang rusuk melayang), bagian distal tak bersendi




STERNUM
(Tulang Dada)
Menurut bentuknya, sternum itu tergolong dalam os planum, mempunyai 3 bagian :
1.   manubrium sterni
2.   corpus sterni
3.   processus xiphoideus (processus ensiformis)
Vth, ossa costac, dan sternum membentuk suatu rangka yang disebut thorax (kerangka dada). Thorax ini membatasi suatu rongga, yaitu cavum thoracalis (isinya pulmo,cor). Lubang di sebelah atas pada cuvum thoracalis ini disebut Apertura Thoracalis Superior, sedangkan lubang di sebelah bawah disebut Apertura Thoracaus Inferior.
Yang membentuk thorax hanya Vth costac dan sternum bukan semua columna vertebralis.
Bila dilihat dari lateral os sternum tidak lurus, melainkan agak melengkung karena manubrium sterni dan corpusnya seakan-akan membentuk sudut, dan sudut ini dinamakan Angulus sternalis.
Celah yang terdapat di antara 2 costae disebut Spatia Inter Custalis.
       





Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates