Persalinan dengan Kala 1 Lama
1. Pengertian
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya
berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak
adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama
sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm
per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara;
lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata
0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada
primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida
(Simkin, 2005; Saifuddin, 2009)
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
- Kelainan letak janin
- Kelainan-kelainan panggul
- Kelainan his
- Janin besar atau ada kelainan kongenital
- Primitua
Ketuban pecah dini
3. Klasifikasi
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009)
- Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010)
4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama meliputi
kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi
muka, dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu
kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersia uteri, incoordinate uteri action.
Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks
berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009).
5. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain:
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi,
letak sungsang, letak melintang, dan presentasi ganda. Pada kelainan
letak janin dapat menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan
demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat
berakibat adanya trauma partus dan hipoksia karena kontraksi uterus
terus menerus (Mochtar, 2011).
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
- Inertia Uteri
- Hypotonic uterine contraction
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak
seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik
bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
- Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama. Karena
dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama sehingga dapat
menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia sekunder jarang
ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik pada
waktu persalinan.
- His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari
tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di
luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus
presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan
lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi
bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut
mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
- Incoordinate uterine action
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga
menyebabkan kala I lama.
- Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada
kelainan kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika serviks
masih menutup, keras dan belum mendatar, kecemasan dan ketakutan atau
respon stress, pemberian analgetik yang kuat atau terlalu cepat pada
persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh
pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi, riwayat
persalinan terdahulu sectio caesarea, IUFD (Intra Uterine Fetal Death),
ibu usia muda atau di bawah 17 tahun, adanya derajat plasenta previa
yang tidak diketahui, atau adanya masa seperti fibroid yang muncul dari
uterus atau serviks (Chapman, 2006; Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu,
2007).
5. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin meliputi:
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,
pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema
vulva, edema serviks, cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
- Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
- Kaput suksedaneum yang besar.
- Moulage kepala yang hebat.
- Kematian janin dalam kandungan.
- Kematian janin intra partal.
6. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Lama
- Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari
uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya,
ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2004).
2. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus
persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya
infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang
(Wijayarini, 2004).
3. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius
selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada
engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang,
dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
4. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung
adalah konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama
apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
5. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2004).
6.Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban bercampur dengan mekoneum.
(Manuaba, 2004)
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin
mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia
intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada
anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga
dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit
kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen,
dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin
mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Hollingworth, 2012 ; Manuaba,
2013 ; Wijayarini, 2004).
7. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
- Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
- Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
- Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.
8. Prognosis
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek
terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses
persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta
terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka kelahiran dengan
tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu (Oxorn, 2010).
Oxorn (2010) mengatakan bahwa semakin lama persalinan, semakin tinggi
morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan
berikut ini :
- Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
- Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
- Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
- Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan
terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi
paru-paru serta infeksi sistemik pada janin membawa akibat yang buruk
bagi anak. Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan persalinan
pernah terhenti. Kenyataan ini khususnya terjadi saat kepala bayi macet
pada dasar perineum untuk waktu yang lama sementara tengkorak kepala
terus terbentur pada panggul ibu.
9. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
- Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
- Tentukan keadaan janin:
- Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
- Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
- Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
- Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban
pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang
dapat menyebabkan gawat janin.
- Perbaiki keadaan umum dengan:
- Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
- Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus dicegah.
- Pengosongan kandung kemih dan usus harus
- Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya
diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg).
Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab
dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan
bayinya.
- Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi
sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan
resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang
jelas.
- Apabila kontraksi tidak adekuat
- Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan.
- Rehidrasi melalui infus atau minum.
- Merangsang puting susu.
- Acupressure.
- Mandi selama persalinan fase aktif.
- Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
- Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
- Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
- Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
- Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvic disproportion) atau
- Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
- Apabila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
- Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
- Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.
- Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.
- Akselerasi Persalinan
- Pengertian
Akselerasi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil
inpartu untuk meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi
uterus dalam persalinan (Saifuddin, 2006).
- Indikasi
- Pre-eklamsia/eklamsia.
- Diabetes melitus.
- Kala I lama.
- Kehamilan lewat waktu.
- Ketuban pecah dini.
- Kematian janin.
- Makrosomia janin (Norwitz, 2008).
- Kontra indikasi
Wiknjosastro (2007) menyatakan kontra indikasi dilakukannya akselerasi persalinan adalah :
- Malposisi dan malpresentasi janin.
- Insufisiensi plasenta.
- Disporposi sefalopelvik.
- Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea.
- Grande multipara.
- Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
- Plasenta previa.
- Metode
Manuaba (2009) menyatakan salah satu metode akselerasi pada persalinan adalah metode drip/infus oksitosin. Menurut See-Saw Theory, Prof.
I. Scapo dari universitas Washington menyatakan oksitosin dianggap
merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi kontraksi otot
rahim. Prosedur pemberian oksitosin menurut Wiknjosastro (2007):
- Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin (DJJ).
- Kaji ulang indikasi.
- Baringkan ibu hamil miring kiri.
- Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit, kecepatan infus
oksitosin, frekuensi dan lamanya kontraksi, dan denyut jantung janin
(DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah kontraksi.
Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
- Infuskan oksitosin 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) mulai dengan 10 tetes per menit.
- Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik)
dan pertahankan sampai terjadi kelahiran.
- Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik)
atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan
kurangi hiperstimulasi dengan Terbutalin 250 mcg intra vena pelan-pelan
selama 5 menit, atau Salbutamol 50 mg dalam 500 ml cairan (garam
fisiologik atau Ringer Laktat) 10 tetes per menit.
- Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali dalam 10 menit
dengan lama lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60
tetes per menit, naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500
ml dekstrose (atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus
sampai 30 tetes per menit. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap
30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes /
menit.
- Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi
yang lebih tinggi, pada multigravida induksi dianggap gagal, lakukan
seksio sesarea. Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan
konsentrasinya yaitu 10 unit dalam 500 ml dekstrose (garam fisiologik)
30 tetes/ menit, naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat. Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes/menit,
lakukan seksio sesarea.
Yang disebut akselerasi persalinan berhasil dalam obstetri modern
ialah bayi lahir pervaginam dengan skor APGAR baik >6 (Achadiat,
2004).
Kondisi atau kesiapan serviks sangat penting bagi keberhasilan
akselerasi. Karakteristik fisik serviks dan segmen bawah uterus serta
ketinggian bagian presentasi janin (stasion) juga penting. Salah satu
metode terukur yang dapat memprediksi keberhasilan induksi persalinan
adalah skor Bishop (Cunningham, 2009).
Tabel 1. Skor Pelvis Menurut Bishop
TABEL SKOR BISHOP
Skor Bishop 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Konsistensi Keras sedang lunak
Stasion -3 -2 -1 +1, +2
Posisi serviks Posterior Central Anterior Anterior
Bila skor total Kemungkinan : Berhasil Gagal
0-4 50-60% 40-50%
5-9 90% 10%
10-13 100% 0%
Sumber : Achadiat, 2004
- Komplikasi
Wiknjosastro (2007) menyatakan komplikasi akselerasi persalinan yang mungkin terjadi adalah :
- Tetania uteri dan ruptura uteri.
- Gawat janin